Pelangi menjadi salah satu fenomena alam yang indah dan spektrum warna pelangi dapat memukau setiap mata yang melihatnya. Ditambah dengan waktu kemunculan yang tidak dapat diprediksi dengan pasti membuat pelangi menjadi semakin istimewa di hati.
Biasanya, pelangi memang akan muncul setelah hujan, tapi tidak semua hujan dapat memunculkan pelangi. Sangat misterius, bukan? Lantas, bagaimana sebenarnya pelangi yang aneka warna ini bisa tercipta? Inilah jawabannya.
Spektrum Warna Pelangi
Secara sederhana, pelangi adalah lengkungan spektrum warna yang tampak di langit. Sementara untuk definisi yang lebih ilmiah, pelangi adalah gejala meteorologi dan optik yang tercipta karena spektrum cahaya kontinyu.
Gejala ini akan tampak di langit dan cenderung muncul ketika sinar matahari mengenai titik-titik air hujan. Bisa dikatakan juga bahwa pelangi tercipta dari perpaduan pantulan dan pembiasan cahaya matahari akibat tetesan air hujan di atmosfer.
Akibatnya, langit seolah memiliki lengkungan cahaya dengan komponen warna atau biasa disebut spektrum warna pelangi. Warna-warna ini terdiri dari merah, kuning, jingga, biru, hijau, nila, dan ungu atau biasa dikenal dengan singkatan “mejikuhibiniu” agar lebih mudah untuk dihafal.
Jika kamu perhatikan, warna merah pada pelangi cenderung ada di bagian luar lengkungan. Tapi agar kamu bisa melihat pelangi dengan jelas, sudut sinar cahaya yang sampai ke mata juga harus tepat.
Sudut sinar cahaya sendiri dipengaruhi oleh titik pertemuannya dengan tetesan air yang juga harus ada pada jarak dan kisaran waktu tertentu. Jika tidak, maka warna-warni pelangi juga tidak akan tampak.
Penyebab Pelangi Warna-warni
Penasaran nggak sih kenapa pelangi bisa punya varian warna dan bukan satu warna saja? Rupanya, hal ini disebabkan oleh adanya pembiasan cahaya putih yang asalnya dari matahari saat proses memasuki tetesan air hujan. Inilah kenapa pelangi hanya bisa kamu lihat saat hujan, bukan ketika langit sedang cerah.
Nah, sinar matahari sendiri sebenarnya mengandung campuran dari berbagai spektrum warna, tapi saat dilihat dengan mata telanjang hanya tampak seperti warna putih. Sinar matahari warna putih ini dikenal dengan sinar monokromatik, sementara sinar yang diuraikan dikenal dengan polikromatik.
Lantas kenapa cahaya putih ini dapat terurai menjadi aneka warna pelangi? Hal ini tidak luput dari peran gelombang cahaya.
Proses Terbentuknya Pelangi
Jika kamu penasaran dengan spektrum warna dari pelangi, maka kamu perlu mengetahui proses terjadinya pelangi itu sendiri. Jadi pada prinsipnya, cahaya bisa bergerak di dalam sebuah gelombang, dan masing-masing warna dari pelangi tadi memiliki panjang gelombang yang tidak sama.
Misalnya warna ungu pada pelangi, panjang gelombangnya adalah yang terpendek yaitu sekitar 400 nanometer (disingkat nm). Lalu untuk warna dengan gelombang paling panjang adalah merah, yaitu sekitar 700 nm.
Terkait dengan panjang gelombang pelangi dirangkung dalam “visible spectrum”, yang kadang juga disebut dengan spektrum elektromagnetik (spektrum yang tampak).
Selanjutnya, tetesan air hujan yang melewati cahaya tadi akan mengakibatkan perubahan arah yang disebut dengan pembiasan atau dikenal juga dengan istilah refraksi. Pembiasan ini mengakibatkan pemisahan satu panjang gelombang menjadi beberapa warna berbeda seperti yang terlihat pada pelangi.
Total warna yang dihasilkan adalah tujuh seperti di atas tadi. Fakta lain yang mungkin belum kamu tahu adalah urutan warna pelangi rupanya tidak selalu sama lho. Urutannya akan berubah tergantung pada panjang gelombang.
Detail Tiap Spektrum Warna Pelangi
- Merah: panjang gelombang warna ini berkisar dari 625–740 nm, yang merupakan gelombang terpanjang sehingga warna merah seringkali berada di lengkungan paling luar dari pelangi. Tapi untuk frekuensi warna ini justru paling rendah (405–480 THz) karena mengalami efek pembiasan paling sedikit.
- Jingga: gelombangnya 590–625 nm dengan frekuensi 480–510 THz. Efek pembiasan pada jingga menjadi yang paling sedikit di urutan ke-2 setelah merah.
- Kuning: memiliki panjang gelombang 565–590 nm dengan frekuensi cukup rendah di antara 510–530 THz.
- Hijau: warna ini konon sering muncul di lengkungan tengah pelangi dan bersebelahan dengan biru. Panjang gelombangnya adalah 500–565 nm dengan frekuensi 530–600 THz.
- Biru: gelombang cahayanya cukup pendek yaitu 450–485 nm dengan frekuensi 620 hingga 680 THz.
- Warna nila: warna ini dikenal juga dengan warna indigo karena mata manusia akan sulit untuk membedakan antara biru, nila, dan ungu. Gelombangnya sendiri menjadi yang paling pendek kedua yaitu 445 nm.
- Ungu: inilah warna pelangi dengan gelombang terpendek 380–450 nm namun dengan frekuensi paling tinggi yaitu 680–790 THz.
Penemu Pelangi
Menurut catatan sejarah, manusia pertama yang membicarakan pelangi adalah Aristoteles. Ya, nama ini sudah tidak asing lagi, bukan? Ia merupakan seorang filsuf Yunani yang hidup pada tahun 350 SM.
Namun, gagasan lebih lanjut terkait pelangi bukan berasal dari Aristoteles, melainkan oleh filsuf Romawi dalam sebuah buku berjudul Naturales Quaestiones yang pernah ada di tahun 65 SM. Filsuf tersebut bernama Seneca the Younger.
Kesimpulannya, spektrum warna pelangi ada tujuh yang biasa disingkat mejikuhibiniu. Urutan warna pelangi rupanya bisa berubah-ubah tergantung panjang gelombang, tapi kebanyakan orang tidak akan menyadari perubahan warna ini.