Awal tahun 2025, viral istilah “no buy challenge” di media sosial sebagai bentuk protes masyarakat akan kenaikan PPN 12%. Jika diartikan per kata, istilah tersebut adalah tantangan untuk tidak berbelanja atau tidak membeli barang apapun. Tapi, sebenarnya apa itu “no buy challenge” dan apakah berpengaruh pada kondisi ekonomi Indonesia?.
Jika Anda penasaran dengan istilah tersebut dan tertarik untuk menerapkannya, sebaiknya simak pembahasan artikel di bawah ini!. Hal ini juga melihat seberapa besar dampak tren ini terhadap ekonomi tanah air.
Berita Ekonomi: 5 Fakta Istilah “No Buy Challenge”
Setelah viral di media sosial, istilah “no buy challenge” digadang akan menjadi lifestyle baru yang akan diterapkan di masyarakat. Istilah ini memiliki sisi positif untuk Anda, terlebih jika berkaitan dengan sustainable lifestyle. Untuk lebih jelasnya, simak rangkuman fakta terkait istilah “no buy challenge” berikut ini:
● Evaluasi Kebutuhan
Istilah “no buy challenge” merujuk pada konsep pola hidup Anda dalam mengevaluasi kebutuhan dan keinginan. Singkatnya, menerapkan tantangan ini adalah belajar untuk berhemat dan menggunakan uang secara efisien.
Caranya, Anda perlu mengidentifikasikan barang atau produk yang benar-benar dibutuhkan. Bedakan dengan barang yang Anda inginkan, agar dapat meredam keinginan berbelanja impulsif.
● Muncul Karena Kondisi Ekonomi Domestik
Berikutnya, istilah “no buy challenge” muncul saat berita kenaikan PPN 12%. Respons masyarakat terhadap kenaikan tersebut tentu tidak semuanya positif. Banyak yang beranggapan bahwa dinaikkannya PPN, berarti beban hidup juga naik sehingga berpengaruh pada kondisi finansial.
Maka dari itu dengan adanya tantangan ini, Anda dapat berpikir ulang terkait cara-cara Anda spending uang sehari-hari. Dengan pendapatan yang tidak mengalami kenaikan dan adanya PPN 12%, mau tidak mau Anda harus berhemat.
● Mengurangi Godaan Belanja
Tantangan “no buy challenge” juga berkaitan dengan mengurangi godaan belanja. Banyak di antara Anda yang tentu bersifat impulsif dan konsumtif yang hanya akan berdampak buruk bagi kondisi finansial Anda.
Jika Anda menerapkan istilah ini, Anda dapat berkontribusi untuk mengubah sikap dalam berbelanja. Godaan belanja yang berlebih tidak hanya berdampak buruk bagi kondisi finansial, tetapi juga membuat barang-barang yang tak dibutuhkan menjadi menumpuk.
● Merupakan Konsep Keberlanjutan
Dapat dikatakan istilah “no buy challenge” dikaitkan dengan konsep keberlanjutan. Artinya, Anda dapat meminimalisir pembelian produk baru yang fungsinya sama dengan produk yang sudah Anda miliki. Konsep keberlanjutan dapat diterapkan dalam berbagai aspek.
Misal, Anda cukup membawa satu botol minum atau satu tempat makan saja. Lalu, tidak perlu membeli baju atau sepatu secara berlebihan, cukup punya 1-2 pasang sepatu saja misalnya. Konsep keberlanjutan sebenarnya sudah banyak diterapkan dan banyak peminatnya.
● Selalu Rencanakan Keuangan
Anda dapat menerapkan “no buy challenge” sekaligus dapat menjadi cara Anda untuk selalu merencanakan keuangan dengan matang dan baik. Lakukan pencatatan pengeluaran dan pendapatan secara rutin dapat meminimalisir impulsivitas Anda dalam berbelanja.
Selain itu, potensi Anda untuk merencanakan keuangan dengan baik berarti juga dapat meraih kondisi kestabilan finansial yang baik juga. Meminimalisir belanja dan memaksimalkan investasi bisa menjadi cara hidup baru yang Anda terapkan sekaran.
Demikianlah fakta tentang tantangan yang sedang viral yaitu “no buy challenge”. Bagi masyarakat, tangangan ini pasti memiliki dampak positif. Namun, bagaimana dengan kondisi ekonomi negara? Ternyata, jika daya beli masyarakat rendah, potensi inflasi suatu negara akan semakin tinggi.
Maka dari itu, seharusnya pemerintah menyeimbangkan antara pemungutan pajak dan tingkat pendapatan masyarakat agar tidak terjadi melemahnya daya beli. Jadi, apakah Anda sudah menerapkan tantangan “no buy challenge” ini?.