Hukuman mati selalu menjadi topik yang mengundang rasa penasaran, sekaligus rasa ngeri. Dalam sejarah dunia, tercatat berbagai metode eksekusi yang bukan hanya kejam, tapi juga meninggalkan trauma bagi yang menyaksikannya.
Bayangkan tubuh ditarik hingga terbelah, atau dibakar hidup-hidup demi “keadilan” pada zamannya. Lalu, apa saja metode hukuman mati paling sadis dalam sejarah peradaban manusia?
Metode Hukuman Mati Tersadis dalam Sejarah Dunia
Beberapa metode eksekusi di masa lalu benar-benar menunjukkan sisi tergelap dari manusia. Demi menghukum dan memberi efek jera, cara-cara penyiksaan yang dilakukan justru terkesan lebih sadis daripada adil.
1. Mazzatello (Italia)
Metode hukum dalam ini digunakan oleh pihak gereja di Italia untuk mengeksekusi para penjahat berat. Eksekusinya dilakukan dengan memukul kepala korban menggunakan palu kayu besar.
Setelah korban terpukul keras hingga hampir tak sadarkan diri, lehernya langsung digorok oleh algojo. Proses ini sengaja dibuat brutal agar menjadi tontonan dan peringatan bagi masyarakat.
Mazzatello tidak hanya mengeksekusi, tetapi juga menciptakan rasa takut yang mendalam. Metode ini mencerminkan bagaimana kekuasaan bisa kejam atas nama keadilan.
2. Rat Torture (Eropa)
Dalam metode ini, korban ditelanjangi dan tubuhnya diletakkan tikus hidup yang dikurung di dalam wadah logam. Di atas kandang itu, arang panas dibakar hingga kandang menjadi sangat panas.
Karena kepanasan, tikus-tikus akan menggali ke dalam tubuh manusia demi mencari jalan keluar. Hasilnya, korban mengalami luka dalam, infeksi, dan akhirnya meninggal perlahan.
Metode hukum dalam sejarah dunia ini memanfaatkan naluri bertahan hidup tikus untuk menyiksa manusia. Sadis dan menyakitkan, metode ini benar-benar mengerikan secara psikologis dan fisik.
3. Catherine Wheel (Jerman)
Korban diikat pada roda besar lalu diputar perlahan sambil dipukuli. Algojo akan menghantam tubuh korban berkali-kali saat roda berputar, mematahkan tulang satu per satu.
Metode dalam ini bukan sekadar eksekusi, tapi pertunjukan kematian perlahan yang sangat menyiksa. Banyak korban yang tidak langsung meninggal dan dibiarkan menderita berjam-jam.
Hukuman ini digunakan untuk pelanggar hukum berat di era Eropa abad pertengahan. Nama “Catherine” berasal dari seorang martir Kristen yang dihukum dengan metode serupa.
4. Lingchi (Tiongkok)
Lingchi dikenal juga dengan istilah “kematian dengan seribu luka”. Dalam metode ini, algojo akan membuat luka kecil demi luka kecil di tubuh korban tanpa langsung membunuhnya.
Tujuannya adalah membuat korban perlahan kehabisan darah hingga mati. Jumlah sayatan bisa mencapai ribuan, tergantung dari keahlian dan kejamnya algojo.
Lingchi dilarang pada awal abad ke-20 karena dianggap tidak manusiawi. Metode ini merupakan lambang eksekusi yang paling sadis dalam di negara Tiongkok.
5. Brazen Bull (Yunani)
Korban dimasukkan ke dalam patung banteng yang terbuat dari logam. Patung tersebut lalu dipanaskan dari bawah hingga suhu dalamnya menjadi sangat tinggi.
Akibatnya, korban terbakar hidup-hidup dari dalam dan tewas perlahan karena panas ekstrem. Suara teriakan korban bahkan dibuat bergema agar terdengar seperti raungan banteng.
Metode dalam sejarah dunia ini diciptakan sebagai bentuk hiburan sadis bagi para penguasa. Ini adalah salah satu simbol eksekusi yang kejam di zaman kuno.
6. Poena Cullei (Romawi)
Hukuman ini dijatuhkan pada mereka yang membunuh orang tua mereka sendiri. Terpidana akan dipukuli terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam karung kulit bersama hewan buas seperti ular.
Setelah itu, karung dilempar ke sungai atau laut untuk ditenggelamkan. Kadang, korban juga dibakar hidup-hidup sebelum dibuang.
Tujuannya adalah memberikan hukuman setimpal bagi tindakan yang dianggap sangat keji. Ini adalah bentuk eksekusi simbolik sekaligus menyiksa secara brutal.
Melihat kembali metode-metode hukuman mati yang begitu kejam ini, kita bisa memahami betapa kerasnya kehidupan dan sistem keadilan di masa lalu. Dalam catatan sejarah dunia, kekuasaan sering kali menggunakan ketakutan sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat.
Untungnya, zaman telah berubah dan sebagian besar dunia kini mengedepankan hukum yang lebih manusiawi dan adil. Meski begitu, penting bagi kita untuk tidak melupakan masa lalu agar kekejaman serupa tidak terulang kembali.
Baca Juga : Ini 5 Destinasi Wisata Sejarah Dunia Terbaik untuk Berlibur